Januari. Tulisan ini didedikasikan untuk Januari. Bulan spesial. Bulan nya Saya. Mungkin tak cukup spesial bagi semua orang. Tapi hal itu berlaku untuk saya.
Tiga puluh tiga tahun genap hidup di dunia ini, masih banyak hal-hal yang belum dicapai. Hal yang diam-diam masih dilangitkan, naik ke angkasa, sampai ke para penguasa.
Tiga puluh tiga tahun, pertama kali menginjakkan kaki di klub malam, mulai menikmati saat-saat tak dapat berpikir jernih karena alkohol yang menghanyutkan, melebur bersama dendang musik DJ dan tarian-tarian yang semakin larut biasanya semakin liar.
Tiga puluh tiga tahun. Putus. Atas semua keputusan yang diambil, semua luka dan kekecewaan. Tak boleh berpikir kenapa harus putus, namun bagaimana kalau tidak putus-putus. Kata nenek moyang, balikan sama mantan itu sama seperti berusaha memasang mematut kembali serpihan cermin yang tlah pecah. Mau diusahakan bagaimana pun, sudah rumit dan berjejas.
Tiga puluh tiga tahun. Berani keluar dari lingkaran pertemanan toksik. Berani berkata tidak. Karena tak semua teman kehilangannya patut ditangisi. Tidak semua orang dapat menjadi teman. Teman adalah sosok penuh kasih yang mengerti batasan-batasan yang kita buat tanpa bertanya mengapa, hanya perlu cukup diam memahami tanpa perlu tau apa.
Januari menjadi kelam seketika karena puncak kejenuhan atas lingkaran toksik, tapi saya disadarkan kembali. Tuk melihat sekeliling saya. Tuk fokus pada berkat. Yaitu ada mereka, orang-orang gila yang dihadirkan Tuhan ke hidupku. Dimana mereka sudah melihat wajah asliku tanpa make-up dari lagi pulas tertidur sampai bangun tidur dengan rambutku yang terangkat bagai singa. Dari yang terbirit-birit pagi hari ke kamar mandi kantor karena belum mandi dari rumah, sampai sudah memoles diri hingga seantero penghuni kantor mencuri pandang.
Tiga puluh tiga tahun. Mulai semakin kukuh mengejar cita-cita. Saya tau jalan yang akan saya lalui berbeda dengan yang lain. Jalan yang banyak bebatuan dan bebukitan untuk ditanjak diikuti jurang dalam yang entah mana dasarnya pun mungkin harus saya jalani. Tapi saya tau bahwa Tuhan berjalan di samping saya, di belakang saya dan di depan saya. Saya bisa bersandar kepada Nya.
Di usia segini dan kondisi finansial yang begini, menurut akal manusia saya mungkin saya tidak akan pantas melanjutkan sekolah. Tapi tidak ada salahnya mencoba dulu. Kenapa saat saya bertanya kepada Nya tentang prodi apa yang harus saya ambil, perkataannya seolah jelas mengarah ke suatu spesialisasi tertentu. Pintu yang tadinya tergembok rapat itu pun, mulai terbuka sedikit demi sedikit.
Saya hanya perlu tetap mengingat bahwa meskipun saat ini saya tertatih-tatih, tidak ada pilihan lain selain terus maju. Bagaimana saya ingin turut maju dan menjadi berkat lebih banyak lagi di bidang spesialisasi tersebut.
Saya bersyukur atas pekerjaan yang diberikan, walau terasa lelah, namun pekerjaan ini adalah yang dari dulu saya panjatkan doanya.
Saya bersyukur atas pintu-pintu yang mulai terbuka, semoga menjadi jalan bagi saya untuk masa depan yang selaras dengan kehendak Tuhan.
Happy Birthday, Me!!!!!